ISFI online

Beranda » Ringkasan Talk » Ringkasan Pengajian Buku Historical Fact and Fiction ke-2

Ringkasan Pengajian Buku Historical Fact and Fiction ke-2

Ringkasan bedah buku Historical Fact and Fiction bersama Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, di  University Teknologi Malaysia, 26 November 2011

Dalam talknya tadi malam Prof. al-Attas menekankan pentingnya bagi umat islam untuk mengetahui basic element of Islam yang meliputi pengenalan konsep Aqidah (tuhan), Agama, Qur’an/wahyu, nabi, manusia, ilmu, language yang semuanya ini terangkum dalam worldview of Islam.

Banyak dikalangan umat islam, jika berbicara masalah aqidah, maka yang mereka ketahui –berdasarkan pemahaman awamnya- bahwa aqidah itu hanyalah sholat, puasa, zakat, syari’ah. tentu saja ini adalah sebuah pemahaman yang sempit.

Aqidah disini adalah hal-hal yang menjawab persoalan-persoalan, who is Allah? What is Universe? Where you from? Where you going to? Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang harus dijawab oleh umat muslim hari ini. Sampai hari ini –menurut beliau- banyak manusia yang tidak mengenal tuhan. Khususnya umat Islam sendiri, banyak yang belum mengenal Allah, red. Bahkan dia mengatakan bahwa Ulama today just know “Law” yaitu “halal-haram”.

Ketika beliau berbicara mengenai agama, menurutnya, “Islam is something new” artinya agama “Islam/الإسلام” baru dikenal setelah datangnya al-Qur’an. Sebelum datang al-Qur’an Islam belumlah dikenal. Adapun ajaran yang dibawa nabi sebelum Rasulullah adalah millah oleh karena itu dikenallah istilah millata Ibrahim. Jadi Islam sebagai sebuah “perangkat aturan” ada setelah diutusnya nabi Muhammad SAW. Simplenya, kesamaan antara ajaran yang dibawa nabi Muhammad dan nabi terdahulu adalah kesamaan dalam Aqidah (tauhid) dan berbeda dalam Syari’ah.

Agama Islam datang dalam keadaan “sudah dewasa” atau “sudah matang”, artinya tidak mengalami evolusi. Sehingga hal-hal atau istilah-istilah yang prinsip (أركان الإسلام misalnya) yang diterangkan secara tanzil tidak mengalami perubahan.

Selain itu, Yang menunjukkan bahwa agama ini sudah “dewasa/matang” dan tidak perlu mengalami evolusi adalah lahirnya istilah-istilah kunci/konsep-konsep dasar bersamaan dengan lahirnya Islam itu sendiri, dan pada saat yang sama rasulullah mampu untuk menjelaskan istilah-istilah kunci dan konsep-konsep dasar ini. oleh karena itu ketika rasulullah ditanya tentang siapa tuhan maka beliau menjawab Allah. Kemudian ketika ditanya risalah apa yang beliau bawa, maka beliau menjawab Islam. Demikian juga dengan sholat, puasa, zakat, sudah dikenal sejak agama ini diturunkan. Umat muslim mengenal tatacara sholat (gerakan, bacaan) dari rasulullah berdasarkan petunjuk Allah bukan dari tata cara yang dibuat oleh manusia. Dan ini berbeda dengan agama lain yang mengalami evolusi. Contohnya Kristen, Kristen sebagai “sebuah agama” belum dikenal pada awal datangnya injil, bahkan keberadaan tuhan “bagi orang Kristen” baru dikenal jauh setelah datangnya Injil. Tatacara ibadah merekapun senantiasa mengalami perubahan. Inilah yang dinamakan agama evolusi dan bukan tanzil. Agama evolusi ini akan senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan, perubahan ini tidak hanya sebatas pada wilayah “syariat” tetapi bisa jadi berubah pada wilayah konsep tuhan. Jika hari ini mereka mengenal konsep “Trinitas” bisa jadi kedepannya menjadi “Caturnitas” -red.

Jadi jelas, agama Islam adalah agama yang datangnya dari tuhan (tanzil) sedangkan agama lain lahir dari ciptakarya manusia atau budaya.

Adapun upacara-upacara keagamaan yang lahir dikalangan umat Islam, itu adalah kebudayaan. Kebudayaan Islam bisa saja berubah sesuai dengan zamannya, namun element-element basic dari ajaran agama –seperti konsep Allah, Islam, Insan- “tidak bisa berubah”.

Sedikit beliau menyinggung tentang konsep manusia, bahwa konsep manusia menurut islam adalah Bani Adam bukan seperti yang dipahami oleh Western worldview bahwa manusia berasal dari kera.

Mengenai bahasa, beliau mengatakan, bahwa kedatangan Islam telah mengislamisasikan bahasa setempat, sebagai contoh nama-nama hari dialam melayu, senin yang diambil dari kata “isnain”, selasa dari “tsulasa” dan seterusnya, adapun kasus nama hari minggu (di Indonesia, bukan dimalaysia, karena Malaysia untuk hari minggu menggunakan ahad) itu diserap dari bahasa portugis yaitu do mingo, yang juga merupakan bahasa agama Kristen, jadi Kristen juga berusaha untuk memaksakan nama hari kealam melayu. Dan juga nama-nama orang, seperti Nurruddin, Ikbal, dan lain-lain. Islamisasi bahasa ini diperkuat lagi dengan adanya bahasa Arab Jawi. Lafaz-lafaz melayu yang tak dimiliki oleh lafaz Arab seperti “Cha” maka diberi symbol-simbol tertentu yang juga diambil dari ejaan arab (dapat dilihat di web: http://www.sleeplessinkl.com/wp-content/uploads/2010/08/jawi_alphabet.jpg). Lebih jauh lagi, kata “ada” sebelum datangnya Islam belumlah memberikan gambaran seperti kata “”الموجود. Setelah datangnya islam, barulah kata “ada” difahami sebagai “الموجود”

Beliau juga menyinggung tentang Islamisasi, Islamisasi bukanlah perkara yang simple, seorang bomo/dukun yang menjampi menggunakan ayat-ayat Qur’an tidak bisa disebut sebagai Islamisasi perdukunan. Islamisasi adalah bagaimana merubah “cara pandang/pikir (worldview) umat Islam dari pengaruh barat” dan memberikan pemahaman yang benar terhadap worldview islam yang meliputi Konsep ketuhanan, agama, Ilmu, wahyu, Man, Nabi, bahasa, dll.

Islamisasi ini perlu proses (islamization is process). Pengertian proses disini bukan seperti pengertian proses yang dipahami oleh orang awam, sehingga penjual martabakpun ketika ada pembeli dia mengatakan: “martabak sedang diproses”. Proses disini adalah “proses waktu”, bahwa Islamisasi itu memerlukan waktu yang lama bukan seperti proses pembuatan martabak yang sebentar.

Keberhasilan Islamisasi mungkin tidak bisa dinikmati secara sempurna sekarang, tetapi bisa jadi seratus, dua ratus, atau enam ratus tahun akan datang. Namun demikian, Islamisasi haruslah terus digulirkan dan dipahamkan ke masyarakat dari generasi kegenerasi jangan sampai terputus, sehingga menjadi proses yang yang kontinyu. Menurut ana, ada kemungkinan WISE (Worldview of Islam Series), merupakan bagian agenda besar dari proses regenerasi Islamisasi ini.

Terakhir talknya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan “Fiksi”? Kebanyakan umat Islam mendapat pengetahuan berdasarkan apa yang sudah jadi, ikut-ikutan (he said: Muslim just follow and follow without critic and analysis), menelan mentah-mentah tanpa melakukan analisis dan kritis sampai keakar-akarnya*. Ibarat sebuah pohon, manusia itu hanya tahu daun dan buahnya tetapi tidak tahu akarnya, asalnya darimana. Pengetahuan tanpa critic dan analisis, dan ikut-ikutan inilah yang dinamakan “fiksi”. Agar informasi tentang islam nusantara ini tidak menjadi fiksi maka umat muslim haruslah mengetahui sejarah (sejarah brasal dari kata الشجرة ). الشجرة disini bukan hanya pengetahuan tentang daun dan buah tetapi juga pengetahuan sampai keakar-akarnya.

Wallahu a’lam.

 

* ditulis oleh Ali Rakhman (Mahasiswa Program Master IRKH, IIUM)

** sumber gambar

 


Berikan Komentar

Terpopuler

ISFI in Glance
ISFI 2017/2018 Main Board Open Recruitment
Berdemo Dengan Menyemen Kaki
Pemimpin Non Muslim Dalam Pandangan Ulama
Tanpa Islam Semuanya Hampa
Ilmuwan: Penyebaran dan Gerakan Syiah Berbahaya Bagi Indonesia